Monthly Archives: September 2012

DIMENSI KUALITAS LAYANAN

Juniartha Semara Putra

1.     DIMENSI KUALITAS LAYANAN
 Menurut Parasuraman yang dikutif Fandy Tjiptono (2002:70) mengemukakan bahwa dari sepuluh dimensi kualitas pelayanan yang ada sebelumnya dapat dirangkum menjadi lima dimensi pokok, kelima dimensi pokok tersebut meliputi :
a.       Bukti langsung (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
b.      Kehandalan (Reability),yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan denan segera, akurat, dam memuaskan.
c.       Daya tanggap (Responsiveness), yaitu keyakinan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap.
d.      Jaminan (Assurance),mencangkup pengetahuaan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf ; bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguaan.
e.       Empati (Emphaty),meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggannya.
Sunarto (2003:244) mengidentifikasikan tujuh dimensi dasar dari kualitas yaitu:
a.       Kinerja, yaitu tingkat absolut kinerja barang atau jasa pada atribut kunciyang diidentifikasi para pelanggan.  
b.      Interaksi Pegawai, yaitu seperti keramahan, sikap hormat, dan empati ditunjukkanoleh masyarakat yang memberikan jasa atau barang.
c.        Reliabilitas, yaitu konsistensi kinerja barang, jasa dan toko. 
d.      Daya Tahan, yaitu rentan kehidupan produk dan kekuatan umum. 
e.       Ketepatan Waktu dan Kenyaman, yaitu seberapa cepat produk diserahkan atau diperbaiki, seberapacepat produk infomasi atau jasa diberikan. 
f.       Estetika, yaitu lebih pada penampilan fisik barang atau toko dan daya tarik  penyajian jasa. 
g.      Kesadaran akan Merek, yaitu dampak positif atau negatif tambahan atas kualitas  yang tampak, yang mengenal merek atau nama toko atas evaluasi pelanggan.
Menurut Zeithaml, Parasuraman, Berry (A Conseptual Model of Service Quality, Jurnal of Marketing, Vol: 49, Fall 1985, p 47) dimensi dari kualitas pelayanan adalah sebagai berikut:
a.       Reliability menyangkut konsistensi dari performance dan dapat dipercaya.
b.      Responsiveness menyangkut kemauan atau kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan. Hal ini juga menyangkut ketepatan waktu dari pelayanan.
c.       Competence yang bermakna memiliki keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan.
d.      Access menyangkut kemudahan untuk dihubungi.
e.       Courtesy menyangkut etika kesopanan, rasa hormat, kesungguhan, kerama-tamahan dari penyedia jasa.
f.       Communication berarti menjaga agar tiap pelanggan mendapat informasi sesuai dengan bahasa yang mereka pahami dan mendengarkan keinginan mereka. Hal ini berarti perusahaan jasa transportasi tersebut harus menyesuaikan bahasa mereka dengan konsumen yang berbeda–meningkatkan level bahasa pada pelanggan yang berpendidikan baik serta berbicara secara mudah dan sederhana kepada orang yang baru.
g.      Credibility menyangkut dapat dipercaya, kejujuran penyedia jasa. Hal ini bermakna konsumen memiliki ketertarikan di hati.
h.      Security adalah bebas dari bahaya, resiko, ataupun keraguan.
i.        Understanding/knowing the customer menyangkut berusaha untuk memahami apa yang konsumen butuhkan.
j.        Tangibles menyangkut lingkungan fisik dan gambaran fisik dari suatu jasa.
Dimensi-dimensi dari kualitas pelayanan diatas kemudian dibentuk ulang oleh Zeithmal dan Bitner (2006:116-119) dan mengemukakan lima dimensi dalam menentukan kualitas pelayanan, yaitu:
a.    Reliability (reliabilitas), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
b.    Responsivenes (daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani tranksaksi, dan penanganan keluhan pelanggan atau pasien.
c.    Assurance (jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi: Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan. Kesopanan (Coursty), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
d.   Emphaty (empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya.Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi: Akses (Access), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan. Komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan. Pemahaman pada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
e.    Tangibles (bukti fisik), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
2.     FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BURUKNYA KUALITAS LAYANAN
Untuk menarik konsumen maka sebuah perusahaan baik perusahaan jasa atau produk wajib memberikan suatu kualitas jasa yang baik untuk konsumennya. Namun terkadang perusahaan belum bisa melakukan hal tersebut dikarenakan masih ada beberapa faktor yang menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk. Faktor – faktor tersebut meliputi :
1.      Produksi dan Konsumsi yang terjadi secara simultan
Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah Inseparability, artinya jasa diproduksi dan di konsumsi pada saat yang bersamaan. Beberapa kekuranggan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa misalnya :
a.       Tidak terampil dalam melayani pelanggan.
b.      Cara berpakaian tidak sesuai.
c.       Tuturkatanya tidak sopan dan kurang menyenangkan
2.      Intensitas tenaga kerja yang tinggi.
3.      Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai.
4.      Kesenjangan – kesenjangan komunikasi.
Kesenjangan komunikasi yang sering terjadi :
a.       Perusahaan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat memenuhinya.
b.      Perusahaan tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru kepada pelanggan, misalnya yang berkaitan dengan perubahan prosedur/aturan.
5.      Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama karena pelanggan adalah manusia yang bersifat unik, karena memiliki perasaan dan emosi.
6.      Perluasan atau pengembanggan jasa secara berlebuhan.
7.      Visi bisnis jangka pendek.                         
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            
3.     STRATEGI MEWUJUDKAN LAYANAN PRIMA
 Prinsip dasar layanan prima (excellent service) terdiri dari dua kata yaitu “pelayanan” dan”prima”. Menurut definisi, “pelayanan” berarti melayani orang lain atau membantu menyiapkan/mengurus apa yang diperlukan orang lain (Kamus Bahasa Indonesia, 2000). Sedangkan “Prima” atau excellent berarti bermutu tinggi dan memuaskan. Menurut MENPAN No.81 Tahun 1993, unsur-unsur pelayanan meliputi; kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, keterbukaan, keamanan, efisiensi, ekonomis, keadilan merata, dan ketepatan waktu.
Berdasarkan  kandungan definisi di atas berarti para birokrat termasuk para pegawai/karyawan instansi pemerintah hendaknya harus memberikan layanan yang terbaik kepada pengguna jasa (masyarakat) dan bukan yang dilayaninya. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan prima, yaitu:
1.      Responsif dan sensitif,  yaitu selalu tanggap, kreatif, dan inovatif terhadap tantangan dan peluang untuk mewujudkan keinginan para pengguna jasa (masyarakat)
2.      Visioner, yaitu memiliki visi kedepan dengan siap menanggung resiko, dan resiko tersebut dikelolanya dengan baik
3.      Problem solving, yaitu dapat mengelola sumber daya dan memecahkan masalah dengan baik dan bijaksana, ehingga setiap keputusan yang diambil itu tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.
4.      Exceed Expectation, bisa memberikan harapan yang lebih kepada pengguna dengan menerima saran dan kritik (sebagai peluang bukan beban) sehingga dapat memacu peningkatan citra institusi
5.      Improve, yaitu perbaikan atau peningkatan mutu secara berkelanjutan (continuous improve) dengan mengoptimalkan kepuasan pengguna (masyarakat)
6.      Care, yaitu memberi perhatian dan perlakuan secara khusus dan tulus, hingga pengguna dapat menjadi pelanggan tetap.
7.      Empower, yaitu pemberdayaan karyawan/pegawai agar mampu bertanggung jawab serta tanggap terhadap suatu permasalan.
8.      Self Esteem, yaitu penghargaan terhadap diri sendiri. Dengan cara tersebut kita akan berpikir positif dan pandai melayani terhadap pengguna jasa.
4.      MENGUKUR KUALITAS LAYANAN
  Mengenai pengukuran kualitas, Tjiptono (2005 : 223) telah mengembangkan suatu alat ukur kualitas layanan yang disebut SERVQUAL (Service Quality). SERVQUAL ini merupakan skala multi item yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan atas kualitas layanan meliputi 5 dimensi, yaitu:
1        Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
2        Responsiveness  (daya tanggap),  yaitu  kemampuan  para karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
3        Assurance, yaitu kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.
4        Empathy, yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan.
5        Tangibles, yaitu fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Assauri (2003 : 28) yang menyatakan bahwa:
Dimensi mutu dari suatu jasa atau pelayanan tidak terlepas dari penilaian atas komponen jasa dari produk yang ditawarkan, dimana diantaranya yang terpenting adalah sistem penyampaian jasa tersebut (service delivery system).  Terdapat lima dimensi yang penting dari mutu jasa atau pelayanan, yaitu pertama adalah tampilan berwujud atau tangibles yang berbentuk fasilitas fisik, peralatan, personalia dan bahan-bahan komunikasi.  Kedua adalah sesuatu hal yang dapat  percaya atau reliability yaitu kemampuan untuk menyediakan jasa yang dijanjikan secara tepat dapat dipercaya.  Ketiga adalah cepat tanggap atau responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa yang cepat dan tepat.  Keempat adalah jaminan atau assurance yang berupa pengetahuan dan keramahan karyawan serta kemampuan untuk memberitahukan secara meyakinkan dan dapat dipercaya.  Kelima adalah rasa yang terdapat pada diri seseorang untuk tidak menggunakan emosinya, atau empathy, karena sangat kuat menekankan perhatiannya kepada orang lain yang dapat diberikan perusahaan kepada pelanggan.
Dari  pendapat  di  atas  dapat  dipahami  bahwa  kualitas  layanan  tidak  hanya ditentukan oleh satu faktor seperti kemampuan karyawan ketika menghadapi pelanggan, akan tetapi lebih penting lagi bagaimana perusahaan dengan segala sumber daya yang dimilikinya   dapat   memberikan   kepuasan   kepada   pelanggan.  Selanjutnya   kepuasan pelanggan akan muncul apabila sesuatu yang mereka harapkan dari layanan jasa tertentuterpenuhi.  Dengan kata lain, antara harapan dengan layanan yang mereka rasakan tidak berbeda sama sekali.
Sumber:
          Tjiptono, Fandy (2005) Pemasaran Jasa.  Edisi Pertama. Malang: Bayumedia

MEWUJUDKAN LAYANAN PRIMA

Juniartha Semara Putra

MEWUJUDKAN LAYANAN PRIMA
1.    Dimensi Kualitas Layanan
Menurut Zeithaml, Parasuraman, Berry (A Conseptual Model of Service Quality, Jurnal of Marketing, Vol: 49, Fall 1985, p 47) dimensi dari kualitas pelayanan adalah sebagai berikut:
a.       Reliability menyangkut konsistensi dari performance dan dapat dipercaya.
b.      Responsiveness menyangkut kemauan atau kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan. Hal ini juga menyangkut ketepatan waktu dari pelayanan.
c.       Competence yang bermakna memiliki keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan.
d.      Access menyangkut kemudahan untuk dihubungi.
e.       Courtesy menyangkut etika kesopanan, rasa hormat, kesungguhan, kerama-tamahan dari penyedia jasa.
f.       Communication berarti menjaga agar tiap pelanggan mendapat informasi sesuai dengan bahasa yang mereka pahami dan mendengarkan keinginan mereka. Hal ini berarti perusahaan jasa transportasi tersebut harus menyesuaikan bahasa mereka dengan konsumen yang berbeda–meningkatkan level bahasa pada pelanggan yang berpendidikan baik serta berbicara secara mudah dan sederhana kepada orang yang baru.
g.      Credibility menyangkut dapat dipercaya, kejujuran penyedia jasa. Hal ini bermakna konsumen memiliki ketertarikan di hati.
h.      Security adalah bebas dari bahaya, resiko, ataupun keraguan.
i.        Understanding/knowing the customer menyangkut berusaha untuk memahami apa yang konsumen butuhkan.
j.        Tangibles menyangkut lingkungan fisik dan gambaran fisik dari suatu jasa.
Dimensi-dimensi dari kualitas pelayanan diatas kemudian dibentuk ulang oleh Zeithmal dan Bitner (2006:116-119) dan mengemukakan lima dimensi dalam menentukan kualitas pelayanan, yaitu:
a.    Reliability (reliabilitas), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
b.    Responsivenes (daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani tranksaksi, dan penanganan keluhan pelanggan atau pasien.
c.    Assurance (jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi: Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan. Kesopanan (Coursty), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
d.   Emphaty (empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya.Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi: Akses (Access), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan. Komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan. Pemahaman pada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
e.    Tangibles (bukti fisik), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
2.    Faktor-Faktor Penyebab Buruknya Kualitas Pelayanan
Service Quality (Servqual) secara luas dikenal dengan nama Model Analisis Gap. Model ini dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (2000) sebagai suatu alat survei penelitian yang disebut servqual. Hal ini berdasar pada pikiran bahwa konsumen dapat mengevaluasi kualitas layanan perusahaan dengan membandingkan persepsi dan ekspektasi mereka mengenai servis. Servqual dipandang sebagai alat pengukuran umum yang dapat dipergunakan untuk menganalisa penyebab dari permasalahan servis, dan mengerti bagaimana kualitas layanan dapat diperbaiki dan diperhalus (Han,1997).
Berdasarkan Gaps Model of Service Quality, ketidaksesuaian muncul dari lima macam kesenjangan yang dapat dibagi menjadi dua kelompok (Rangkuti,2003), yaitu :
a.       Satu kesenjangan, yaitu kesenjangan kelima yang bersumber dari sisi pelayanan (pelanggan); dan
b.      Empat macam kesenjangan, yaitu kesenjangan pertama sampai dengan keempat, bersumber dari sisi penyedia jasa (manajemen)
Penyebab Utama dari buruknya Servqual
Kesenjangan ini diakibatkan oleh ketidaktahuan manajemen atas pelayanan yang diharapkan oleh pelanggan (Parasuraman et.,al,1990). Hal ini disebabkan oleh:
a.    Kesenjangan 1 (Gap 1)
Kesenjangan antara ekspektasi konsumen dan persepsi manajemen mengenai ekspektasi konsumen. Kesenjangan ini terjadi karena ketidakpahaman manajemen terhadap keinginan pelanggan secara tepat, sehingga tidak diketahui bentuk jasa yang diinginkan konsumen.
Faktor-faktor penyebab terjadinya Gap 1:
·      Tidak cukupnya analisa pasar
Analisa pasar merupakan kunci utama untuk dapat memahami keinginan customer. Kesalahan dalam menggunakan atau tidak menggunakan hasil riset pemasaran dapat mengakibatkan kesenjangan semakin besar.
·      Hubungan yang kurang baik antara manajemen dengan konsumen
Para manajer kurang berinteraksi langsung dengan pelanggan.
·      Jenjang antara kontak personal dan manajemen
Jenjang yang terlalu banyak dapat mengakibatkan semakin banyak informasi yang hilang atau bahkan salah tafsir antara keinginan pelanggan dan manajemen.
b.   Kesenjangan 2 (Gap 2)
Kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai ekspektasi konsumen dengan spesifikasi kualitas jasa. Pihak manajemen mungkin mampu memahami keinginan pelanggan, namun tidak menetapkan standar kinerja tertentu.
Faktor-faktor penyebab terjadinya Gap 2:
·      Kurangnya komitmen manajemen pada kualitas pelayanan Tidak adanya kepemimpinan dan komitmen pelayanan yang berkualitas menyebabkan karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan kehilangan arah.
·      Persepsi ketidakmampuan/ketidakmungkinan
Manajemen mungkin menganggap tingkat kepentingan dan kebutuhan pelanggan tersebut belum layak dipenuhi berkaitan dengan kemampuan perusahaan.
·      Kurangnya penetapan standar
Standarisasi tugas sulit dilakukan karena tidak dilakukan secara rutin.
·      Tidak adanya penetapan tujuan
Penentuan sasaran sangat diperlukan sebagai pengarah sehingga pegawai menyampaikan pelayanan berkualitas tinggi secara konsisten.
c.    Kesenjangan 3 (Gap 3)
Kesenjangan antara spesifikasi standar kualitas jasa dan pelaksanaan penyampaian jasa. Penyebab kesenjangan ini karena para pelaksana jasa belum memahami tugas, kurang trampil dan tidak memenuhi standar kinerja. Karyawan perusahaan mungkin kurang mendapatkan pelatihan atau mereka bekerja melampaui batas kemampuan mereka serta mereka kurang mau untuk memenuhi standar yang ada.
Faktor-faktor penyebab terjadinya Gap 3:
·      Kebimbangan para karyawan
Kebimbangan peran karyawan merupakan situasi dimana karyawan merasa bimbang dalam melaksanakan tuntutan perannya.
·      Terjadinya konflik dalam melaksanakan peran
Konflik peran dapat terjadi apabila karyawan menganggap bahwa mereka tidak dapat menyenangkan permintaan atasan dan pelanggan.
·      Ketidakcocokan antara karyawan dan pekerjaannya
Jabatan karyawan dalam melaksanakan kewajibannya dianggap remeh oleh manajemen.
·      Ketidaksesuaian teknologi dengan pekerjaan
Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan dukungan peralatan/teknologi yang tepat.
·      Pengawasan sistem kontrol yang tidak sesuai
Mengadakan pengukuran kinerja karyawan berdasarkan proses penyampaian jasa dan output pelayanan.
·      Kurangnya nilai atau semangat kerja tim
Tim kerja merupakan inti dari kualitas layanan dalam memberikan pelayanan secara optimal pada pelanggan.
d.   Kesenjangan 4 (Gap 4)
Kesenjangan antara pelaksanaan penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (janji perusahaan). Hal ini bisa terjadi karena pelanggan sering dipengaruhi oleh pernyataan janji perusahaan dan iklan perusahaan, sehingga menimbulkan adanya ketidaksesuaian antara pelayanan yang dijanjikan dan pelayanan yang disampaikan.
Faktor-faktor penyebab terjadinya Gap 4:
·      Komunikasi horisontal yang tidak memadai
Kurang lancarnya komunikasi di dalam atau antardepartemen sehingga mengakibatkan konflik antarbagian atau fungsi, sehingga menimbulkan salah pengertian dan rasa saling tidak percaya.
·      Perbedaan kebijakan dan prosedur antarcabang atau departemen
Apabila perusahaan menerapkan kebijakan bahwa setiap cabang dapat membuat kebijakan dan prosedur sendiri-sendiri, maka kualitas pelayanan masing-masing cabang akan berbeda. Sedangkan pelanggan berharap memperoleh kualitas pelayanan yang sama di setiap cabang.
·      Kecenderungan untuk memberi janji secara berlebihan
Tingginya intensitas persaingan yang semakin tinggi menyebabkan perusahaan mengalami tekanan yang lebih kuat. Kondisi inilah yang menyebabkan perusahaan terpaksa membuat janji yang berlebihan.
e.    Kesenjangan 5 (Gap 5)
Kesenjangan ini merupakan kesenjangan antara persepsi konsumen dengan ekspektasi konsumen. Kesenjangan ini terjadi karena pihak perusahaan tidak dapat memberikan apa yang diinginkan konsumen. Kesenjangan ini dapat pula terjadi karena konsumen mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berbeda serta salah dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Supaya dapat memberikan servis kualitas yang terbaik pada konsumen maka tiap perusahaan harus mau dan mampu untuk memperbaiki servis kualitas mereka masing-masing.
3.    StrategiMewujudkan Layanan Prima
Kajian mengenai pentingnya pelayanan yang baik terhadap pelanggan di perusahaan-perusahaan dikembangkan Total Quality Service (TQS), yaitu sistem manajemen strategi dan integratif yang melibatkan semua manajer dan pegawai serta menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan (stamatis, 1996).
Stategi          :    Cara atau pendekatan yang efektif diterapkan guna mencapai sasaran organisasi melalui pelayanan yang baik kepada pelanggan.
Sistem           :    Program dan prosedur yang baik dirancang guna mendorong penyampaian pelayanan yang nyaman dan berkualitas terhadap pelanggan.
SDM             :    Pegawai di semua posisi yang memiliki kapasita yang bersifat  responsif terhadap keinginan pelanggan.
       Tujuan TQS adalah mewujudkan tercapainya pelanggan, memberikan tanggung jawab kepada setiap orang dan melakukan perbaikan pelayanan secara berkesinambungan. Sistem TQS berfokus kepada empat bidang sebagai berikut :
a.      Berfokus kepada pelanggan
Prioritas utama adalah identifikasi pelanggan (interna-eksternal). Setelah pelanggan diidentifikasi, kemudian mengidentifikasi keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan. Selanjutnya dirancang sistem yang dapat memberikan jasa tertentu yang memenuhi keinginan pelanggan tersebut. Dengan demikian, perhatian diarahkan kepada pelanggan.
b.      Keterlibatan pegawai secara menyeluruh
Semua pihak yang terkait dengan upaya peningkatan pelayanan harus dilibatkan secara menyeluruh. Karena itu, manajemen harus dapat memberikan peluang perbaikan kualitas terhadap semua pegawai. Selain itu, kepemimpinan harus pula memberikan kesempatan berpartisipasi kepada semua pegawai yang ada dalam organisasi, serta memberdayakan pegawai atau karyawan dalam merncang dan memperbaiki barang, jasa, sistem , dan organisasi.
c.       Sistem pengukuran
Komponen dalam sistem pengukuran terdiri :
Ø  Menyusun standar proses dan produk (barang dan jasa)
Ø  Mengidentifikasi ketidaksesuaian dan mengukur kesesuaiannya dengan keinginan pelanggan.
Ø  Mengoreksi pennyimpangan dan peningkatan kerja.
d.      Perbaikan berkesinambungan
Ø  Memandang bahwa semua pekerjaan sebagai suatu proses
Ø  Mengantisipasikan perubahan keinginan, kebutuhan dan harapan para pelanggan.
Ø  Mengurangi waktu siklus suatu proses produksi dan distribusi
Ø  Dengan senang hati menerima umpan balik dari pelanggan
Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan TQS menawarkan model yang disebut Siklus Deming, yang terdiri dari empat komponen utama, disingkat PDCA (Plan, Do, Check and Act).
a.    Plan (Perencanaan)
1)      Langkah pertama,
4.    Mengukur Kualitas Layanan
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan di dalam mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan peternakan di lokasi proyek.
1        Data yang dikumpulkan
ü  Jenis Pelayanan. Tanyakan kepada Pemberi pelayanan (baca: Petugas Dinas), yang akan diukur tingkat kepuasan pemberian pelayanannya, tentang jenis-jenis pelayanan yang biasa diberikan, siapa yang memberikan pelayanan dan kepada siapa pelayanan tersebut diberikan.
ü  Tuliskan setiap jenis pelayanan tersebut karena pelayanan inilah yang akan diukur kinerjanya di dalam memberikan kepuasan terhadap pelanggan
ü  Kinerja Pelayan dan Tingkat Kepentingan Pelayanan. Diskusikan dengan pelanggan tentang:
Ø  faktor-faktor yang akan dipergunakan di dalam mengukur kinerja pelayanan, misalnya: tingkat keahlian, ketepatan waktu, kemudahan dihubungi, kemampuan menyelesaikan masalah dan fasilitas yang dimiliki di dalam memberikan pelayanan.
Ø  tingkat kepentingan pelayanan.
ü  Minta Pelanggan agar memberikan nilai terhadap kinerja dan tingkat kepentingan pelayanan
2        Bagaimana mengumpulkan data
a.      Responden
ü  Respondent dipilih secara acak.
ü  Identifikasi pelanggan yang akan menjadi responden
ü  Lakukan wawancara perorangan menggunakan kuesioner untuk mengukur tingkat kepentingan pelayanan dan kinerja pemberi pelayanan.
b.      Waktu
ü  Pilih waktu yang tepat bagi pelanggan. Ketahui saat saat sibuk kegiatan usaha tani (saat tanam atau saat panen), sibuk adat dan agama.
ü  Jangan menentukan waktu sendiri, tetapi rundingkan dengan pelanggan kapan waktu luang mereka, sehingga ada kesepakatan. Apakah siang atau malam hari?
ü  Jawaban yang akurat hanya dapat diperoleh bila pelanggan dengan senang hati memberikan informasi.
c.       Lokasi
ü  Penentuan lokasi pengukuran kepuasan pelanggan sangat tergantung dari cakupan kajian. Bisa di tingkat kelompok tani, atau desa atau kabupaten.
ü  Untuk cakupan lokasi yang luas lakukan sampling pemilihan lokasi. Pilih lokasi yang representatif. Banyak cara untuk melakukan sampling ini, tetapi itu bukan maksud dari penyusunan manual ini.
3.      Metoda analisis
ü  Kompilasikan angka-angka penilaian kepuasan pelanggan terhadap:
v  tingkat kepentingan pelayanan menurut petani,
v  kinerja Pelayan di dalam memberikan pelayanan, menurut faktor-faktor yang disepakati untuk diukur, ke dalam sel-sel di dalam Matriks Kepuasan Pelanggan
4.      Survey Baseline dan Survey Lanjutan
v  Apabila dibutuhkan untuk membandingkan data sebelum dan sesudah proyek – untuk mengukur perubahan di dalam tingkat kepuasan p[elanggan – lakukan beberapa kali survey yang sama. Biasanya, lakukan survey dasar dan survey lanjutan.
v  Selang waktu antara dua survey tergantung dari tujuan survey dan juga masa proyek. Ini dapat dilakukan terus menerus, secara periodik, atau pada awai dan akhir proyek.
5.      Interpretasi
Tingkat kepuasan pelangan didefinisikan dengan parameter-parameter sebagai berikut:
v  Kepuasan pelanggan tinggi: persentase responden yang melaporkan tingkat kepentingan pelayanan lebih besar dari 3 (4 atau 5) dan menilai tingkat kinerja pelayanan lebih besar dari 3 (4 atau 5). Pada kondisi ini pelanggan menemukan bahwa kinerja pemberi pelayanan adalah baik didalam memberikan pelayanan yang penting bagi keputusan mereka didalam menentukan produksi.
v  Kepuasan pelanggan sedang: persentase responden yang menilai kepentingan pelayanan adalah sedang sampai tinggi (3, 4 atau 5) tetapi menilai kinerja pemberi pelayanan hanya sedang (3); atau sebaliknya menilai kinerja pelayanan sedang sampai tinggi (3,4 atau 5) tetapi menilai kepentingan hanya sedang (3).
v  Kepuasan pelanggan rendah: persentase responden yang menilai kepentingan pelayanan sedang sampai tinggi (3, 4 or 5) tetapi kinerja pelayanan rendah dan sangat rendah (2 or 1).
v  Pelayanan tidak efisien: area kunci dari matriks kepuasan pelanggan dari responden yang menilai pelayanan tidak penting (2 atau 1) tetapi kinerja pemberi pelayanannya dinilai sedang sampai sangat baik (3, 4 atau 5). Kategori ini menunjukkan dua kemungkinan skenario yaitu sumberdaya pemerintah dibuang-buang (karena pelayanan yang tidak penting diberikan secara baik) atau program dimana terjadi eksternaliti positif yang tidak dikenal petani.
v  Pelayanan ‘tidak berguna’: persentase responden yang melaporkan tingkat kepentingan pelayanan rendah atau sangat rendah (2 atau 1) dan kinerja pemberi pelayanannya juga rendah dan sangat rendah (2 atau 1). Pada kondisi seperti ini, lupakan dan tinggalkan saja pelayanan tersebut
6.      Analisa Perbandingan
v  Data kepuasan pelanggan dapat dianalisa berdasarkan setiap pelayanan atau lokasi geografis (kabupaten atau propinsi) atau tingkat kesejahteraan, tergantung dari tingkat kepentingan dan keinginan tim evaluasi.
v  Matriks dapat diaplikasikan untuk data dari pelayanan khusus, misalnya pelayanan khusus lintas area geografis atau antar tingkat kesejahteraan. Juga data dapat diagregasi untuk mengindikasikan keseluruhan kepuasan dari kelompok yang diberikan pelayanan.
v  Dengan demikian analisis dapat dilakukan untuk membandingkan tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan:
a.       Pelayanan ke pelayanan;
b.      Baseline dan kajian lanjutan;
c.       Sebelum dan sesudah proyek;
d.      Kabupaten dengan kabupaten lain;
e.       Tahun pertama agregasi dengan tahun berikutnya agregasi
Mengukur kualitas sebuah jasa merupakan sesuatu yang cukup sulit, karena sifa jasa itu sendiri yang abstrak dan tidak berwujud. Untuk menampilkan dimensi-dimensi pengukuran dalam service quality dapat digunakan metode Servqual, dimana dimensi yang diukur adalah reliability, tangibles, responsiveness, assurance, dan emphaty. Servqual merupakan salah satu instrument yang diperkenalkan oleh Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990) yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan.
            Metode Servqual menggunakan user based–approach, yang mengukur kualitas jasa secara kuantitatif dalam bentuk kuisioner dan mngandung dimensi-dimensi kualitas jasa seperti reliability, tangibles, responsiveness, assurance, dan emphaty.  Definisi ke 5 dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
1.       Reliability
Kemampuan perusahaan atau service provider untuk memenuhi janjinya kepada pelanggan. Kehandalan atau performansi terhadap service yang diberikan sangatlah penting dalam reliability ini. Hal ini menunjukkan bahwa service dapat diselesaikan tepat waktu, dengan cara yang sama, dan tanpa kesalahan tiap waktu. Contohnya, menerima surat kira-kira pada saat yang sama setiap hari adalah hal penting untuk kebanyakan orang. Reliabilitas juga cenderung terjadi di kantor, dimana keakuratan pembayaran dan penyimpanan salinan data sangat diharapkan
2.      Responsiveness
Keinginan provider untuk membantu customer dengan penyediaan layanan secara tepat. Jika kegagalan sebuah service terjadi, kemampuan untuk memperbaikinya secara cepat dan dengan keprofesionalisan dapat menciptakan persepsi positif tentang kualitas. Contohnya, yaitu service berupa minuman dari penerbangan yang tertunda dapat menhilangkan pengalaman pelanggan yang tidak menyenangkan menjadi momen yang sangat mengasyikan.
3.      Assurance
Pengetahuan dan keramahan dari para karyawan haruslah sebaik kemampuan mereka untuk menanamkan kepercayaan kepada pelanggan. Dimensi asuransi meliputi : Kompetensi atau jaminan untuk memberikan service terbaik, kesopanan dan respek kepada pelanggan, komunikasi yang efektif degnan pelanggan, dan anggapan dari operator bahwa pelanggan adalah segalanya bagi mereka.
4.      Empati.
Perhatian individu terhadap pelanggan. Empati meliputi: approachbilitas, sensitivitas, dan usaha untuk memahami keinginan pelanggan. Salah satu contoh empati adalah kasus pelayanan perusahaan pesawat terbang yang mana customernya mengalami miskomunikasi dan perusahaan berusaha membantu untuk bisa memecahkan masalahnya.
5.      Tangibles.
Tampilan atau fasilitas fisik yang dimiliki oleh service provider. Bisa berupa perlengkapan, personel, dan material komunikasi. Kondisi tampilan fisik yang mendukung bisa berupa fakta-fakta yang dapat dilihat. Perkiraan dimensi ini juga dapat di hubungkan dengan service terhadap pelanggan. Contoh dari tangibles ini bisa berupa fasilitas kebersihan yang ada di suatu bank.
Sumber:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIRSPRUNG / MEGA COLON

Juniartha Semara Putra

ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN HIRSPRUNG / MEGA COLON

A.    Pengertian

Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ).
Penyakit Hirschsprung atau Megakolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir £3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).

B.     Etiologi

Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C.    Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
 
D.    Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare  berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1.      Anak – anak
a      Konstipasi
b      Tinja seperti pita dan berbau busuk
c      Distenssi abdomen
d     Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e      Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).
2.      Komplikasi
a      Obstruksi usus
b     Konstipasi
c      Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d     Enterokolitis
e      Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )
E.     Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a      Daerah transisi
b     Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c      Entrokolitis padasegmen yang melebar
d     Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2.      Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3.      Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4.      Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5.      Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6.      Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
F.     Penatalaksanaan
1.      Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a      Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b     Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama (  Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2.      Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a             Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b             Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c             Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d            Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
2.        Fokus Intervensi
a.    Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1.      Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2.      Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1.      Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
2.      Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
3.      Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
4.      Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
5.      Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan
b.    Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah
Tujuan :
1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
Kriteria Hasil
1.    Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2.    Turgor kulit pasien lembab
3.    Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi
1.      Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
2.      Ukur berat badan anak tiap hari
3.      Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah
c.    Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan :
1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil
1.    Turgor kulit lembab.
2.    Keseimbangan cairan.
Intervensi
1.    Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
2.    Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output
3.    Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera
d.   Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong, 2004 ).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
1.      Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali
Intervensi
1.         Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2.         Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3.         Kaji latar belakang keluarga
4.         Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien
5.         Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien, menggunakan liflet atau gambar dalam menjelaskan ( Suriadi & Yuliani,2001:60).


DAFTAR PUSTAKA
A. Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong. Jakarta : EGC
Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.
Hambleton, G ( 1995 ). Manual Ilmu Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono dkk. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika Jakaarta.
Suherman. ( 2000 ). Buku Saku Perkembanagn Anak. Jakarta : EGC
Suryadi dan Yuliani, R ( 2001 ) Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
Wong, Donna ( 2004 ). Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Yupi, S. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC
 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMATEMESIS MELENA

Juniartha Semara Putra

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMATEMESIS MELENA
A.      KONSEP DASAR PENYAKIT
1.         Definisi/Pengertian Hematemesis Melena
       Hematemesis adalah muntah darah berwarna merah kehitaman/seperti kopi, tidak berbusa, bercampur makanan dan PH asam lambung yang berasal dari saluran cerna bagian atas (SCBA). (Suyono, 2001)
              Melena adalah buang air besar darah berwarna hitam, encer yang berasal dari saluran cerna bagian atas (SCBA).
             
2.         Epidemiologi/Insiden kasus
       Dari penelitian retrospektif di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 3 tahun (1996-1998) didapatkan penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah pecahnya varises esofagus (27,2 %). Tukak duodenum dan tukak lambung menempati nomor 5 dan 6 sebagai penyebab perdarahan SCBA.
Penyebab Perdarahan SCBA dengan pemeriksaan
 endoskopi di RSCM (1996-1998)
Penyebab
Presentase (%)
Pecahnya varises esofagus
Kombinasi
Gastritis erosif
Gastropati hipertensi portal
Tukak duodenum
Tukak lambung
Pecahnya varises fundus
Kanker duodenum
Kanker lambung
Esofagitis erosif
27,2
22,1
19,0
11,7
5,7
5,5
1,9
1,1
0,9
0,7
Dikutip dari Simadibrata M
3.         Penyebab/faktor predisposisi
       Penyebab hematemesis melena antara lain :
1)        Bila ada penyakit pada selaput lendir pada alat pencernaan
       Misalnya : tukak, tumor, Infamasi pada lambung dan usus.
2)        Disebabkan sebagai salah satu gejala penyakit sistemik
       Misalnya : penyakit darah, infeksi.
3)        Kerusakan pembuluh darah di selaput lendir pada saluran pencernaan dan sirosis hepatis karena tekanan darah portal yang meningkat.
4)        Ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif pada mukosa.
4.         Gejala klinis
§   Demam ringan (38-39 º C)
§   Mual, muntah darah berwarna kehitaman
§   BAB berwarna hitam dan berbau busuk
§   Tekanan darah menurun (90/60 mmHg)
§   Distensi abdomen
§   Bising usus hiperaktif
§   Berkeringat, membran mukosa pucat
§   Lemah, pusing
§   Ekstremitas dingin
§   Wajah pucat
§   Turgor kulit jelek
5.         Patofisiologi terjadinya penyakit
            Penyebab terjadinya hematemesis melena salah satunya yaitu aspirin, OAINS, stres, kortikosteroid, rokok, asam lambung, infeksi H.Pylori dapat mengakibatkan erosi pada mukosa lambung sampai mencapai mukosa muskularis disertai dengan kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi mukus sebagai pelindung. Hal ini akan menimbulkan peradangan pada sel yang akan menjadi granulasi dan akhirnya menjadi ulkus, dan dapat mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.
       Penyebab hematemesis melena yang lainnya adalah alkohol dan hipertensi portal berat dan berkepanjangan yang dapat menimbulkan saluran kolateral bypass : melalui vena koronaria lambung ke dalam vena esofagus subepitelial dan submukosal dan akan menjadi varises pada vena esofagus. Vena-vena yang melebar dan berkeluk-keluk terutama terlatak di submukosa esofagus distal dan lambung proksimal, disertai penonjolan tidak teratur mukosa diatasnya ke dalam lumen. Dapat mengalami ulserasi superficial yang menimbulkan radang, beku darah yang melekat dan kemungkinan ruptur, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.
       Gagal hepar sirosis kronik, kematian sel dalam hepar termasuk penyebab hematemesis melena yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral pada dinding abdominal anterior. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang oleh darah dan membesar. Pembuluh yang berdilatasi ini disebut varises dan dapat pecah, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.
       Hemoragi gastrointestinal dapat menimbulkan hematemesis melena. Hematemesis biasanya bersumber di atas ligamen Treitz (pada jungsi denojejunal). Dari hematemesis akan timbul muntah darah. Muntah dapat berwarna merah terang atau seperti kopi, tergantung dari jumlah kandungan lambung pada saat perdarahan dan lamanya darah telah berhubungan dengan sekresi lambung. Asam lambung mengubah hemoglobin merah terang menjadi hematin coklat dan menerangkan tentang warna seperti kopi drainase yang dikeluarkan. Cairan lambung yang berwarna merah marun atau merah terang diakibatkan dari perdarahan hebat dan sedikit kontak dengan asam lambung. Sedangkan melena terjadi apabila darah terakumulasi dalam lambung dan akhirnya memasuki traktus intestinal. Feses akan seperti ter. Feses ter dapat dikeluarkan bila sedikitnya 60 ml darah telah memasuki traktus intestinal.
6.         Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
a)        Pemeriksaan laboratorium
       Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis lengkap untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk menyingkirkan adanya penyakit gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori.
b)        Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
       Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab perdarahan lainnya dari esofagus, lambung dan duodenum.
c)        Kontras Barium (radiografi)
Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini dilakukan atas dasar urgensinya dan keadaan kegawatan.
d)       Ongiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna yang tersembunyi dari visual endoskopik.
7.         Terapi/Tindakan penanganan
Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dibagi atas:
1. Penatalaksanaan umum/suportif
Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Yang paling penting pada pasien perdarahan SCBA adalah memberikan resusitasi pada waktu pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma expander) sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor apakah perdarahan memang berasal dari SCBA dan apakah masih aktif berdarah atau tidak dengan melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih. Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai adanya kelainan pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular Coagullation (DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell, D dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau oktreotide. Pada perdarahan non varises yang masif, dapat juga diberikan somatostatin atau oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja. Pada prinsipnya, urutan penatalaksanaan perdarahan SCBA dapat mengikuti anjuran algoritme penatalaksanaan dari Konsensus Nasional Indonesia atau Palmer atau Triadapafilopoulos. Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan pemberian nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu dipuasakan lagi , dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada, dan memberikan edukasi mengenai penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi tahu mengenai penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar tidak mengalami perdarahan lagi.
2. Penatalaksanaan khusus
Penatalaksanaan khusus merupakan penatalaksanaan hemostatik perendoskopik atau terapi embolisasi arteri. Terapi hemostatik perendoskopik yang diberikan pada pecah varises esofagus yaitu tindakan skleroterapi varises perendoskopik (STE) dan ligasi varises perendoskopik (LVE). Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan suntikan adrenalin di sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-trombin atau dilakukan terapi koagulasi listrik atau koagulasi dengan heat probe atau terapi laser, atau koagulasi dengan bipolarprobe atau yang paling baik yaitu hemostatik dengan terapi metal clip. Bila pengobatan konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari usus halus dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri yang memperdarahi daerah ulkus. Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi intervensional.
3. Usaha menghilangkan faktor agresif
Usaha yang diperlukan untuk menghilangkan faktor agresif pada perdarahan SCBA karena kelainan non varises antara lain :
a. Memperbaiki/menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti gizi, stres, lingkungan, sosioekonomi.
b. Menghindari/menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif seperti asam, cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya.
c. Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti antasida, antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA), penghambat pompa proton (PPI). PPI diberikan per injeksi bolus intra vena 2-3 kali 40 mg/hari atau bolus intra vena 80 mg dilanjutkan kontinu infus drip 8 mg/jam selama 12 jam kemudian intra vena 4 mg/jam sampai 5 hari atau sampai perdarahan berhenti lalu diganti oral 1-2 bulan. Alasan mengapa PPI diindikasikan pada perdarahan non varises, karena PPI dapat menaikkan pH diatas 6 sehingga menyebabkan bekuan darah yang terbentuk tetap stabil, tidak lisis.
d. Memberikan obat eradikasi kuman Helicobacter pylori dapat berupa terapi tripel dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu :
Terapi tripel : 1. PPI + amoksisilin + klaritromisin
2. PPI + metronidazol + klaritromisin
3. PPI + metronidazol + tetrasiklin
Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :
1. Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin
2. Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin
3. Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole (untuk daerah resistensi tinggi klaritromisin).
4. Usaha meningkatkan faktor defensif
Usaha ini dilakukan dengan memberikan obat-obat yang meningkatkan faktor defensif selama 4 – 8 minggu antara lain :
a. Sukralfat 3 kali 500-1000 mg per hari
b. Cetraxate 4 kali 200 mg per hari
c. Bismuth subsitrat 2 kali 2 tablet per hari
d. Prostaglandin eksogen 2-3 kali 1 tablet per hari
e. Tephrenone 3 kali 50 mg per hari
f. Rebamipide 3 kali 100 mg per hari
5. Penatalaksanaan bedah/operatif
Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup penting bila penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang sudah ada komplikasi yang merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk dalam :
a. Keadaan gawat I sampai II
b.  Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum refrakter
Yang dimaksud dengan gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam pertama membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II adalah bila dalam 24 jam pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter.
B.       KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.         Pengkajian
       Data subyektif :
§  Pasien mengeluh mual, muntah
§  Pasien mengatakan BAB berwarna hitam encer
§  Pasien mengatakan cemas dan sering bertanya-tanya tentang penyakitnya.
Data obyektif :
§  Pasien muntah darah kehitaman
§  Membran mukosa pucat dan turgor kulit jelek
§  Feses berwarna hitam cair, frekwensi BAB 1-2 x/hari
§  Pasien terlihat gelisah dan cemas
§  Tekanan darah menurun
§  Ekstremitas dingin
2.         Diagnosa Keperawatan
1)        Ansietas berhubungan dengan sakit kritis, ketakutan akan kematian ataupun kerusakan bentuk tubuh, perubahan peran dalam lingkup sosial, atau ketidakmampuan yang permanen.
2)        PK Anemia
3)        Risiko aspirasi berhubungan dengan reflek muntah.
4)        Risiko infeksi berhubungan dengan nutrisi parenteral.
5)        Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut, penggantian cepat volume dengan cairan kristaloid.
6)        PK Koma Hepatikum.
3.         Intervensi/Rencana tindakan Keperawatan
          Pada tahap penyusunan rencana tindakan, hal yang dilakukan adalah : menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menentukan tujuan, menentukan kriteria evaluasi dan menentukan rencana tindakan.
a.    Prioritas diagnosa keperawatan
Adapun prioritas diagnosa keperawatan yang dapat disusun adalah :
1)   Ansietas berhubungan dengan sakit kritis, ketakutan akan kematian ataupun kerusakan bentuk tubuh, perubahan peran dalam lingkup sosial, atau ketidakmampuan yang permanen.
2)   Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut, penggantian cepat volume dengan cairan kristaloid.
3)   PK Koma Hepatikum.
4)   PK Anemia
5)   Risiko infeksi berhubungan dengan nutrisi parenteral.
6)   Risiko aspirasi berhubungan dengan reflek muntah.
b.    Rencana Keperawatan
1.    Dx : Ansietas
ü  Berikan lingkungan yang mendorong diskusi terbuka untuk persoalan-persoalan emosional.
ü  Berikan waktu pada pasien untuk mengekspresikan diri. Dengarkan dengan aktif.
ü  Berikan penjelasan yang sederhana untuk peristiwa-peristiwa dan stimuli lingkungan.
ü  Berikan dorongan komunikasi terbuka antara perawat dan keluarga mengenai masalah-masalah emosional.
ü  Validasikan pengetahuan dasar pasien dan keluarga tentang penyakit kritis.
ü  Libatkan sistem pendukung religius sesuai kebutuhan.
2.    Dx : Defisit volume cairan
ü  Pantau tanda-tanda vital setiap jam atau prn.
ü  Pantau nilai-nilai hemodinamik
ü  Ukur haluaran urine setiap 1 jam.
ü  Berikan cairan pengganti dan produk darah sesuai instruksi.
ü  Tirah baring total, baringkan pasien pada posisi terlentang dengan kaki ditinggikan untuk meningkatkan preload jika pasien mengalami hipotensif.
ü  Periksa feses darah untuk 72 jam  setelah masa akut.
3.    Dx : PK Koma Hepatikum
ü  Kaji keparahan perdarahan.
ü  Gantikan cairan dan produk darah dalam jumlah yang mencukupi untuk mengatasi koma hepatikum.
4.    Dx : PK Anemia
ü  Pantau adanya tanda-tanda anemia seperti konjungtiva pucat, lemas, pusing, cappilary refil, akral dingin.
ü  Kolaborasi pemberian obat anemia.
ü  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang perencanaan menu untuk mengatasi anemia.
5.    Dx : Risiko infeksi
ü  Ukur suhu tubuh tiap 4 jam.
ü  Gunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan selang.
ü  Lepaskan dan lakukan pemeriksaan kultur bila terjadi tanda-tanda dan gejala infeksi.
6.    Dx : Risiko aspirasi
ü  Atur posisi pasien dengan kepala lebih tinggi atau posisi berbaring miring untuk menghindari aspirasi sewaktu muntah jika tidak ada kontra indikasi karena cedera.
ü  Bersihkan sekresi dari mulut dengan tisu.
ü  Periksa bahwa selang makan tidak berubah letaknya sejak pemasangan.
ü  Aspirasi isi residu sebelum pemberian makan melalui selang.
ü  Tinggikan bagian kepala tempat tidur 30-45 menit selama periode makan dan 1 jam setelahnya untuk mencegah refluks karena adanya gaya gravitasi.
ü  Berikan makan jika isi residu kurang dari 150 ml (Intermiten) atau berikan makan jika residu tidak lebih dari 150 ml pada 10 % sampai 20 % dari frekuensi setiap jam (kontinue).
4.         Evaluasi
§   Pasien akan mengekspresikan ansietasnya pada narasumber yang tepat.
§   Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik.
§   Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda koma hepatikum.
§   Pasien tidak mengalami anemia (Konjungtiva merah muda, akral hangat).
§   Pasien tidak akan mengalami infeksi nosokomial.
§   Pasien tidak mengalami aspirasi dan mengungkapkan tindakan untuk mencegah aspirasi.

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN HIRSCHPRUNG

Juniartha Semara Putra

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN HIRSCHPRUNG
I.       Pengertian
Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.
II.    Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
III. Komplikasi.
Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.
IV. Penatalaksanaan.
1.      Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
2.      Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, eneterokolitis berat dan keadaan umum buruk.
3.      Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.
V.    Asuhan Keperawatan.
A.    Pengkajian.
  1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.  Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
  1. Riwayat Keperawatan.
a.       Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b.      Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
c.       Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
d.      Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
e.       Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
f.       Imunisasi.
Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
g.      Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h.      Nutrisi.
  1. Pemeriksaan fisik.
a.       Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b.      Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c.       Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d.      Sistem genitourinarius.
e.       Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
f.       Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
g.      Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h.      Sistem integumen.
Akral hangat.
i.        Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
  1. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
a.       Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b.      Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c.       Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d.      Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e.       Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
2.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
3.      Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5.      Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.


C.     Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
Pasien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen.
1.     Monitor cairan yang keluar dari kolostomi
2.     Pantau jumlah cairan kolostomi
3.     Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi
Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya
Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan
Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.
1.     Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.
2.     Pantau pemasukan makanan selama perawatan
3.     Pantau atau timbang berat badan.
Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori
Untuk mengetahui perubahan berat badan
Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.
1.    Monitor tanda-tanda dehidrasi.
2.    Monitor cairan yang masuk dan keluar.
3.    Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan
Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
Mencegah terjadinya dehidrasi
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur
1.         Kaji terhadap tanda nyeri
2.         Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan
3.         Berikan obat analgesik sesuai program
Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat


Daftar Pustaka
Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC, Jakarta.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

LAPORAN PENDAHULUAN HIPOGLIKEMIA

Juniartha Semara Putra

LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOGLIKEMIA
A.    Pengertian
Hipoglikemi adalah suatu keadaan, dimana kadar gula darah plasma puasa kurang dari 50 mg/%.
Populasi yang memiliki resiko tinggi mengalami hipoglikemi adalah:
          Diabetes melitus
          Parenteral nutrition
          Sepsis
          Enteral feeding
          Corticosteroid therapi
          Bayi dengan ibu dengan diabetik
          Bayi dengan  kecil masa kehamilan
          Bayi dengan ibu yang ketergantungan narkotika
          Luka bakar
          Kanker pankreas
          Penyakit Addison’s
          Hiperfungsi kelenjar adrenal
          Penyakit hati
Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
          Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang besar ataupun normal yang mengalami kerusakan  sistem produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.
           Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan glikogen.
          Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus  sehingga terjadi peningkatan metabolisme  yang memerlukan banyak cadangan glikogen.
          Berulang  ( Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme insulin terganggu.



B.     Fokus Pengkajian
Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1.      Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.
2.      Riwayat :
          ANC
          Perinatal
          Post natal
          Imunisasi
          Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
          Pemakaian parenteral nutrition
          Sepsis
          Enteral feeding
          Pemakaian Corticosteroid therapi
          Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
          Kanker
3.      Data fokus
   Data Subyektif:
          Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
          Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
          Rasa lapar (bayi sering nangis)
          Nyeri kepala
          Sering menguap
          Irritabel
Data obyektif:
          Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
          Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
          Plasma glukosa < 50 gr/%


C.     Diagnose dan Rencana Keperawatan
1.      Resiko  komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi
Rencana tindakan:
          Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
          Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
          Monitor vital sign
          Monitor kesadaran
          Monitor  tanda gugup, irritabilitas
          Lakukan pemberian susu manis  peroral 20 cc X 12
          Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.
          Cek BB setiap hari
          Cek tanda-tanda infeksi
          Hindari terjadinya hipotermi
          Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 %  IV
          Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt – 2 lt /menit
2.      Resiko  terjadi infeksi berhubungan dengan  penurunan daya tahan tubuh
Rencana tindakan:
          Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan
          Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih atau steril
          Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran nafas.
          Perhatikan kondisi feces bayi
          Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik.
          Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order.
          Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur.
3.      Resiko  Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan  peningkatan pengeluaran keringat
          Cek intake dan output
          Berikan cairan  sesuai dengan  kebutuhan bayi /kg BB/24 jam
          Cek turgor kulit bayi
          Kaji intoleransi minum bayi
          Jika mengisap sudah baik anjurkan pemberian ASI
4.      Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan  hipoglikemi pada otot
          Bantu pemenihan kebutuhan sehari-hari
          Lakukan fisiotherapi
          Ganti pakaian bayi secara teratur dan atau jika kotor dan basah.


DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (1997), L.J Nursing Diagnosis,  Lippincott , New York
Marino (1991), ICU Book, Lea & Febiger, London
Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak,  EGC, Jakarta
Suparman (1988), Ilmu Penyakit Dalam , Universitas Indonesia, Jakarta.
Wong and Whaley (1996) Peiatric Nursing ; Clinical Manual, Morsby, Philadelpia

ASKEP. NEONATUS DENGAN HYPOGLIKEMI SIMPTOMATIS

Juniartha Semara Putra

ASKEP. NEONATUS
 DENGAN  HYPOGLIKEMI SIMPTOMATIS
A.    Pengertian
Hipoglikemi adalah suatu keadaan, dimana kadar gula darah plasma  puasa kurang dari 50 mg/%.
Populasi yang memiliki resiko tinggi mengalami hipoglikemi adalah:
          Diabetes melitus
          Parenteral nutrition
          Sepsis
          Enteral feeding
          Corticosteroid therapi
          Bayi dengan ibu dengan diabetik
          Bayi dengan  kecil masa kehamilan
          Bayi dengan ibu yang ketergantungan narkotika
          Luka bakar
          Kanker pankreas
          Penyakit Addison’s
          Hiperfungsi kelenjar adrenal
          Penyakit hati
Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
          Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang besar ataupun normal yang mengalami kerusakan  sistem produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.
           Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan glikogen.
          Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus  sehingga terjadi peningkatan metabolisme  yang memerlukan banyak cadangan glikogen.
          Berulang  ( Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme insulin terganggu.
B.     Fokus Pengkajian
Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1.      Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.
2.      Riwayat :
          ANC
          Perinatal
          Post natal
          Imunisasi
          Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
          Pemakaian parenteral nutrition
          Sepsis
          Enteral feeding
          Pemakaian Corticosteroid therapi
          Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
          Kanker
3.      Data fokus
   Data Subyektif:
          Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
          Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
          Rasa lapar (bayi sering nangis)
          Nyeri kepala
          Sering menguap
          Irritabel
Data obyektif:
          Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
          Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
          Plasma glukosa < 50 gr/%
C.     Diagnose dan Rencana Keperawatan
1.      Potensial komplikasi s.e kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi
Rencana tindakan:
          Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
          Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
          Monitor vital sign
          Monitor kesadaran
          Monitor  tanda gugup, irritabilitas
          Lakukan pemberian susu manis  peroral 20 cc X 12
          Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.
          Cek BB setiap hari
          Cek tanda-tanda infeksi
          Hindari terjadinya hipotermi
          Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 %  IV
          Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt – 2 lt /menit
2.      Potensial terjadi infeksi s.e penurunan daya tahan tubuh
Rencana tindakan:
          Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan
          Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih atau steril
          Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran nafas.
          Perhatikan kondisi feces bayi
          Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik.
          Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order.
          Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur.
3.      Potensial Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit s.e peningkatan pengeluaran keringat
          Cek intake dan output
          Berikan cairan  sesuai dengan  kebutuhan bayi /kg BB/24 jam
          Cek turgor kulit bayi
          Kaji intoleransi minum bayi
          Jika mengisap sudah baik anjurkan pemberian ASI
4.  Keterbatasan gerak dan aktivitas s.e hipoglikemi pada otot
          Bantu pemenihan kebutuhan sehari-hari
          Lakukan fisiotherapi
          Ganti pakaian bayi secara teratur dan atau jika kotor dan basah.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (1997), L.J Nursing Diagnosis,  Lippincott , New York
Marino (1991), ICU Book, Lea & Febiger, London
Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak,  EGC, Jakarta
Suparman (1988), Ilmu Penyakit Dalam , Universitas Indonesia, Jakarta.
Wong and Whaley (1996) Peiatric Nursing ; Clinical Manual, Morsby, Philadelpia